Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, kembali menyoroti peran Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dari 24 daerah yang diperintahkan MK untuk melaksanakan PSU, 19 daerah sudah melaksanakannya. Namun, 7 di antaranya kembali digugat melalui perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) di MK, sementara 5 daerah lainnya tengah mendaftarkan gugatan serupa.

Menurut legislator dari Dapil Sulawesi Tenggara ini, pelaksanaan PSU seharusnya menjadi prioritas utama DKPP, karena merupakan langkah terakhir dalam upaya menegakkan keadilan dan hukum dalam Pilkada.

“Saya lihat banyak sekali kasus yang ditangani DKPP, tapi tolong prioritaskan kasus-kasus yang menyangkut substansi. Jangan malah urusan pribadi seperti perselingkuhan yang bukan tugas utama DKPP justru didahulukan, sementara soal inti penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada terabaikan,” ujar Bahtra dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat Komisi II DPR RI bersama Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP, di ruang rapat Komisi II DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/5/2025).

Ia menilai kinerja DKPP, termasuk dalam pelaksanaan PSU, masih belum maksimal. Fokus dan prioritas lembaga tersebut nilainya tumpang tindih, terlihat dari fakta bahwa dari 19 daerah yang sudah menggelar PSU, 12 kembali digugat ke MK. Gugatan tersebut sebagian besar menyangkut ketidaknetralan penyelenggara, praktik politik uang, dan pelanggaran lain yang berulang.

“Harus ada skala prioritas. Kalau DKPP ikut campur urusan di luar tugas intinya, bisa-bisa fungsinya malah jadi ganda seperti pengadilan agama,” tambahnya.

Bahtra menegaskan bahwa DKPP perlu kembali fokus pada tugas pokoknya: mengawasi dan menindak pelanggaran etika oleh penyelenggara Pemilu.

“Banyak laporan dari daerah yang merasa sudah melapor lebih dulu, tapi malah tidak diproses. Ada penyelenggara yang sudah beberapa kali melanggar tapi hanya diberi sanksi ringan. Sebaliknya, ada yang baru sekali melanggar langsung diberhentikan. Ini menunjukkan ketidakprofesionalan dalam pemberian sanksi,” tutupnya.

Facebook
Twitter
WhatsApp
X
Telegram
Facebook
Twitter
WhatsApp