Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, menilai kinerja Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) belum maksimal, termasuk dalam pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU). Menurutnya, DKPP tidak fokus dan justru sibuk mengurus perkara yang bukan prioritas utama.
“DKPP menangani terlalu banyak kasus, tapi mohon yang diprioritaskan adalah yang menyangkut substansi pemilu. Jangan sampai urusan pribadi seperti perselingkuhan malah diutamakan, sementara persoalan serius terkait penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada justru terabaikan,” ujar Bahtra dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat Komisi II DPR RI bersama Wamendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/5/2025).
Ia mencontohkan, dari 19 daerah yang sudah melaksanakan PSU, 12 di antaranya kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu umumnya menyoroti isu ketidaknetralan penyelenggara, politik uang, dan pelanggaran berulang yang tak kunjung ditindak tegas.
Politisi Fraksi Partai Gerindra ini menekankan bahwa PSU pasca putusan MK seharusnya menjadi fokus utama DKPP.
“PSU ini adalah jalan terakhir dalam menegakkan keadilan dan hukum pilkada. Jadi semestinya DKPP benar-benar memastikan penyelenggaranya beretika dan profesional,” tegasnya.
Ia juga menyoroti inkonsistensi dalam pemberian sanksi terhadap penyelenggara pemilu.
“Ada laporan pelanggaran berulang yang hanya dikenai sanksi ringan. Tapi ada juga yang baru sekali melanggar langsung dipecat. Ini mencerminkan ketidakprofesionalan dalam penanganan pelanggaran,” tambahnya.
Sebagai informasi, dari 24 daerah yang diperintahkan MK untuk melakukan PSU, 19 sudah melaksanakan, namun 7 di antaranya kembali bersengketa melalui PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum), dan 5 daerah lainnya telah mendaftarkan gugatan ke MK.