Serap aspirasi masyarakat atau reses ke 2 selama sepekan. Tepatnya pada tanggal 3-10 Mei di 5 Kecamatan di Daerah Pemilihan (Dapil) Surabaya 1 (satu), Wakil Ketua Komisi D DPRD Surabaya, Ajeng Wira Wati di sambati sejumlah persoalan warga.

Lima Kecamatan tersebut di antaranya Kecamatan Gubeng, Tegalsari, Simokerto, Genteng dan Bubutan.

“Selama reses ke 2 di 5 Kecamatan ada enam persoalan yang menjadi persoalan warga, akan segera kita tindaklanjuti,” kata Ajeng Wira Wati, Kamis(11/05/2023).

Adapun 6 persoalan tersebut menurut Ajeng di antaranya masalah BPJS, Penerimaan masuk ke SMPN, Penempelan stiker bgi penerima BPJS PBI, Kota Layak Anak, RTH di tiap RT/RW dan Permodalan UMKM.

“Untuk pengguna BPJS di RS non pemerintah di layani tidak ramah, di minta menunggu ternyata di infokan BPJS-nya trouble padahal BPJS tidak ada masalah apa-apa, sedangkan BPJS warga tersebut kelas 2, artinya BPJS mandiri, bisa di artikan pihak RS menolak pengguna BPJS. Saya harap BPJS meningkatkan pelayanan, BPJS tidak hanya skala pemerintah tetapi juga Faskes non pemerintah,” tegas Ajeng.

Sedangkan untuk permasalahan penerimaan masuk ke SMPN, menurut Ajeng harus ada penambahan jumlah sekolah di setiap kelurahan.

“Perlunya evaluasi jumlah bangunan sekolah tingkat SMP, di Surabaya lebih dari 20 ribu lebih siswa yang mungkin tidak tertampung di SMP Negeri, segera adakan SMP Negeri minimal setiap kelurahan. Begitu pula SMA/SMK Negeri minimal setiap kecamatan,” ujarnya.

Legislator Gerindra ini menambahkan, untuk persoalan ke tiga yakni Penempelan stiker bgi penerima BPJS PBI.

“Warga komplain bagi penerima BPJS PBI di tempel stiker. Sedangkan BPJS di Surabaya memiliki Perwali di mana semua warga Surabaya menjadi program pemerintah UHC. Saya harap stikerisasi untuk transparansi penerima bantuan tunai langsung rekening seperti BLT, PKH dan PIP, harapannya tidak ada sasaran bukan hanya untuk Jaminan kesehatan semesta,” tegasnya.

Nah, untuk persoalan ke empat masih kata Ajeng yakni kota layak anak. Menurutnya saat reses warga mendukung dengan kelas keputrian/keputraan sedari tingkat SD.

Hal ini supaya meningkatkan edukasi kesehatan reproduksi, tetapi perlu selaras dengan pendidikan moral akibat tantangan digitalisasi.

“Tingginya kasus anak di Surabaya, di harapkan kedepan tidak semakin krisis moral akibat terkikis media sosial. Pemerintah harus membarengi edukasi di sekolah, balai RT/RW, taman tentang jenis-jenis kriminalitas Medsos. Tidak hanya di Puspaga, tetapi di tempat-tempat umum mudah di temukan info pencegahannya,” paparnya.

Persoalan ke lima yakni terkait ruang terbuka hijau (RTH). Seyogyanya lanjut Ajeng, Pemkot Surabaya harus menambah RTH tersebut di setiap RT maupun RW.

“Masukan warga tetang penambahan fasilitas bermain di ruang terbuka dan balai RT/RW di tingkatkan. Agar terasa langsung kota Surabaya layak anak,” harap Ajeng.

Terakhir, terkait masalah UMKM. Menurut Ajeng Pemkot Surabaya lagi getol memperdayakan UMKM. Namun sayangnya masalah permodalan bagi pelaku usaha mikro ini belum mendapatkan perhatian serius.

Untuk itu Ajeng berharap Pemkot Surabaya lebih jeli memperhatikannya. “Pemkot diharapkan memudahkan akses permodalan, pembinaan dan promosi UMKM. Warga ingin lebih ditingkatkan dan dirutinkan lagi hingga skala kelurahan,” pungkasnya.

Facebook
Twitter
WhatsApp