Jakarta, 5 Mei 2025 — Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Gerindra, Azis Subekti, menegaskan komitmen partainya untuk selalu menyampaikan kebenaran, bahkan jika hal tersebut tidak menguntungkan secara politik. Pernyataan ini ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Kerja (Raker) bersama Menteri Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, dan DKPP di kompleks Parlemen Senayan.
“Kami berprinsip untuk menyampaikan yang benar walaupun tidak menguntungkan pihak kami,” ujar Azis di hadapan forum.
Azis menekankan bahwa prinsip ini merupakan ajaran langsung dari Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Menurutnya, setiap atensi dan koreksi dalam forum resmi seperti ini harus berangkat dari kepentingan bersama, bukan kepentingan kelompok atau partai.
“Ada sesuatu hal yang mungkin disampaikan nanti tidak ada kepentingannya dengan Partai Gerindra, tapi kepentingannya untuk perbaikan dalam penyelenggaraan pemilu dan tidak menguntungkan juga untuk Gerindra tapi menguntungkan untuk kemajuan kepemiluan bagi bangsa kita,” lanjutnya.
Dalam kesempatan tersebut, Azis juga menyoroti pentingnya transparansi anggaran terkait pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Ia meminta klarifikasi dari pihak pemerintah soal apakah angka yang dipaparkan merupakan rencana atau realisasi.
Setelah mendapat penjelasan bahwa angka yang ditampilkan merupakan realisasi anggaran sebesar sekitar Rp600 miliar, Azis menegaskan perlunya informasi ini diumumkan secara terbuka ke publik.
“Ibu harus jelaskan ke publik bahwa anggarannya itu menyerap 600 sekian miliar, tidak seperti yang digembor-gemborkan sampai triliunan. Itu wajib disampaikan karena itu mempengaruhi opini yang ada di masyarakat,” tegasnya.
Ia mengapresiasi langkah Kementerian Dalam Negeri yang mampu mengefisienkan anggaran dari usulan awal sekitar Rp15 triliun menjadi hanya sekitar Rp600 miliar, melalui pendekatan kolaboratif dengan pemerintah daerah.
“Ini salah satu langkah terbaik yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri di bawah kepemimpinan Bapak Menteri,” kata Azis.
Namun, Azis juga mengungkap kekhawatiran soal pengawasan terhadap dana PSU yang berasal dari APBD Kabupaten/Kota. Menurutnya, ketika dana bersumber dari pemerintah daerah, potensi lemahnya pengawasan menjadi persoalan serius.
“Karena itu anggarannya dari Kabupaten Kota, bagaimana mekanisme menertibkan untuk pengawasan penggunaan itu? Kan menjadi nggak powerful. Anggaran saya sendiri, suka-suka gua dong. Itu bayangan saya seperti itu,” ujarnya blak-blakan.
Azis meminta dilakukan evaluasi menyeluruh atas efektivitas dana PSU, termasuk membandingkan biaya per TPS dengan pelaksanaan pemilu reguler. Ia mencontohkan, jika satu TPS menyerap anggaran hingga Rp50 juta, maka perlu ditelaah lebih lanjut apakah angka ini wajar dan sebanding dengan kualitas pelaksanaan.