Wacana pembatasan senjata api (senpi) bagi polisi, yang muncul setelah sejumlah kasus penembakan warga sipil oleh oknum polisi, mendapat respons dari Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman.

“Kita tidak bisa mengambil kebijakan yang reaktif hanya karena satu atau dua kejadian. Misalnya, langsung membuat kebijakan pembatasan senpi,” kata Habiburokhman kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2024).

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra ini menjelaskan bahwa mayoritas anggota kepolisian yang dipersenjatai dengan senpi memiliki alasan yang jelas. Banyak aparat kepolisian yang juga menjadi korban tindak pidana dalam menjalankan tugasnya.

“Seperti kejadian teroris di Sarinah (Jakarta Pusat), yang terjadi tembak-menembak. Sejak saat itu, polisi lalu lintas saja dipersenjatai. Ancaman terhadap rekan-rekan polisi dalam menjalankan tugas juga sangat besar,” jelas Habiburokhman.

Oleh karena itu, ia menilai bahwa peran dan tugas polisi yang sangat besar dalam menjaga keamanan memerlukan perlengkapan yang memadai. Ia membandingkan kinerja polisi dengan Satpol PP.

“Kalau Satpol PP yang tugasnya menjaga ketertiban masyarakat, ya benar hanya menggunakan pentungan. Tapi jika yang diberantas adalah kejahatan berat, seperti perampokan atau narkoba, apakah cukup hanya dengan pentungan?” ujarnya.

Meskipun demikian, Habiburokhman menekankan perlunya evaluasi terhadap Standard Operating Procedure (SOP) penggunaan senpi.

“Karena itu, kami juga mengusulkan agar rapat dengan Irwasum dan Propam dilakukan, untuk membahas bagaimana kontrol terhadap pemegang senjata api ini,” pungkasnya.

Facebook
Twitter
WhatsApp