Search
Close this search box.

Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad mengkritik kinerja belanja pemerintah yang dianggapnya tidak optimal. Menurutnya, pencairan anggaran belanja seringkali belum bisa dilakukan sejak awal tahun, padahal idealnya belanja negara dapat dimulai sejak kuartal pertama.

“Masih banyak belanja kita yang baru mulai bergerak di akhir kuartal kedua, bahkan ada yang di kuartal ketiga. Sehingga konsep ‘spending better’ masih sebatas slogan,” ucap Kamrussamad dalam acara Economy Perspective 2025 di Hotel Mulia, Jakarta Senin (26/8/2024).

Kamrussamad menjelaskan bahwa ketika realisasi belanja masih menumpuk di akhir tahun, dampak belanja negara terhadap pertumbuhan ekonomi tidak akan maksimal. Penyerapan anggaran di daerah sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, namun saat ini pelaksanaannya belum sepenuhnya berbasis pada target KPI (Key Performance Indicator) yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan DPR.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi belanja negara hingga akhir Juli 2024 mencapai Rp 1.638,80 triliun (49,3% dari target) atau tumbuh 12,15% dibandingkan tahun lalu. Realisasi belanja tersebut terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.170,85 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp 467,96 triliun.

Transfer ke daerah mengalami kenaikan sebesar Rp 27,06 triliun atau tumbuh 6,14% dibandingkan tahun lalu. Peningkatan ini terutama didorong oleh realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) yang mencapai Rp 264,22 triliun, naik Rp 37,65 triliun atau tumbuh 16,62% dibandingkan tahun lalu. Beberapa jenis transfer ke daerah lainnya juga mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kepatuhan pemerintah daerah dalam memenuhi syarat salur.

Namun, beberapa jenis transfer ke daerah mengalami kontraksi, seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik yang terealisasi Rp 11,35 triliun, turun Rp 2,26 triliun dengan kontraksi 16,61% dibandingkan tahun lalu. DAK Nonfisik terealisasi Rp 68,58 triliun, lebih rendah Rp 24,75 triliun dengan kontraksi 26,52% dibandingkan tahun lalu. Hibah kepada daerah mencapai Rp 0,18 triliun.

Kamrussamad menekankan pentingnya dana desa sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi di daerah, terutama untuk belanja yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat.

“Harapan kita adalah dana desa dapat menjadi pemantik pertumbuhan ekonomi baru di desa-desa dan membantu mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan. Jika ini terjadi, maka pendapatan asli daerah akan meningkat,” pungkasnya.

Facebook
Twitter
WhatsApp