Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Rahayu Saraswati, menegaskan bahwa pelestarian batik bukan hanya soal menjaga warisan budaya, tetapi juga merupakan strategi diplomasi budaya (soft power) yang mampu mengangkat citra Indonesia di panggung dunia. Hal ini ia sampaikan saat kunjungan kerja reses ke Kampung Batik Laweyan, Surakarta, Sabtu (26/7/2025).

“Batik sudah menjadi identitas budaya yang diakui secara global. Bahkan tren tekstil dan fashion di Afrika pun banyak terinspirasi dari batik Indonesia. Ini bukti bahwa budaya kita punya pengaruh besar jika dikembangkan dengan serius,” ujar Saraswati.

Ia menyoroti tantangan regenerasi pengrajin batik tradisional yang semakin krusial. Menurutnya, edukasi sejak usia dini penting dilakukan agar anak-anak tumbuh dengan rasa bangga terhadap batik.

“Kalau sejak kecil mereka dikenalkan dan diajak mencintai batik, maka rasa memiliki itu akan tumbuh dengan sendirinya. Inilah kunci keberlanjutan industri batik kita,” jelas politisi Fraksi Partai Gerindra tersebut.

Rahayu juga menyinggung peluang besar dari perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan Uni Eropa (UE), yang membuka akses pasar dengan tarif bea masuk 0% bagi produk tekstil, termasuk batik.

“Ini peluang emas. Kalau dimanfaatkan dengan strategi pemasaran yang cerdas, pengrajin muda bisa menembus pasar internasional dan menciptakan dampak ekonomi yang signifikan,” ungkapnya.

Untuk memperkuat industri kreatif berbasis batik, Rahayu mendorong pemerintah daerah menerbitkan peraturan daerah (perda) yang mewajibkan penggunaan bahan baku dan serat alam lokal.

“Kebijakan ini akan memperkuat industri hulu, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat ekonomi lokal secara berkelanjutan,” pungkasnya.

Facebook
Twitter
WhatsApp
X
Telegram
Facebook
Twitter
WhatsApp