Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Sugiat Santoso, menegaskan pentingnya peran negara dalam memastikan layanan pertolongan pertama bagi saksi dan korban kejahatan di Indonesia. Ia menyatakan bahwa tidak seharusnya ada perdebatan mengenai siapa yang menanggung biaya pengobatan korban yang membutuhkan pertolongan darurat.
“Apa yang menjadi perhatian LPSK adalah memastikan korban kejahatan mendapatkan pertolongan medis tanpa kebingungan mengenai biaya. Jangan sampai ada korban perampokan yang terluka dan bingung siapa yang menanggung biaya pengobatan,” ujar Sugiat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XIII, Selasa (18/3/2025).
Sugiat juga mencatat bahwa tidak semua kasus kejahatan masuk dalam ranah perlindungan LPSK, yang saat ini hanya terpusat di Jakarta, sehingga menyulitkan akses di daerah-daerah.
“Revisi Undang-Undang LPSK perlu memperkuat keberadaan LPSK di seluruh Indonesia, agar semua korban bisa mendapat perlindungan yang maksimal,” jelasnya.
Dalam revisi undang-undang tersebut, Sugiat mengusulkan agar saksi dan korban kejahatan bisa menerima layanan kesehatan darurat hanya dengan surat laporan dari aparat kepolisian.
“Kami ingin memastikan seluruh saksi dan korban bisa mendapatkan pertolongan pertama dari negara dengan bermodal surat laporan dari Polsek atau Polres tanpa pertanyaan lebih lanjut,” tegasnya.
Sugiat juga menyebutkan keterbatasan dana LPSK yang berdampak pada perlindungan korban yang belum optimal. Ia menilai keterlibatan BPJS Kesehatan dapat menimbulkan perdebatan terkait undang-undang yang berlaku.
“Dana LPSK terbatas, dan jika melibatkan BPJS, pasti akan ada perdebatan soal undang-undang. Ini yang akan diperkuat dalam revisi undang-undang,” ucapnya.
Ia menambahkan, semangat pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto adalah memastikan pelayanan terbaik bagi rakyat, khususnya mereka yang menjadi korban kejahatan atau bencana.
“Masalah anggaran seharusnya tidak menjadi hambatan, karena negara harus hadir untuk memberikan pertolongan pertama tanpa keraguan,” pungkasnya.