Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menjadi fokus utama Komisi VIII DPR RI. Wakil Ketua Komisi VIII, Abdul Wachid, menyatakan bahwa revisi ini akan mencakup berbagai aspek, seperti asrama haji, petugas haji, serta investasi dana haji di Arab Saudi.
“Perubahan ini mencakup aspirasi terkait dengan perkembangan di Arab Saudi, termasuk masalah kontrakan, hotel, catering, dan armusna. Ini belum diatur dalam UU 8, sementara Arab Saudi kini membutuhkan kontrak jangka panjang, bukan hanya tahunan,” jelas Abdul Wachid, setelah pertemuan dengan Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur di Surabaya, Rabu (26/2/2025).
Abdul Wachid juga menambahkan bahwa revisi ini bertujuan untuk mengakomodasi investasi dana haji di Arab Saudi, yang diharapkan dapat menurunkan biaya haji di masa depan.
“Undang-undang dana haji perlu memfasilitasi investasi di sana, sehingga biaya haji bisa lebih murah di masa depan, misalnya dengan investasi di hotel di sana jangka panjang,” ujarnya.
Selain itu, revisi UU ini juga akan terkait dengan pembentukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), yang akan mengambil alih sebagian tugas Kementerian Agama dalam penyelenggaraan haji.
“Badan Haji nanti akan melaksanakan penyelenggaraan haji, sementara untuk 2025, Badan Haji akan mendukung. Di 2026, Badan Haji akan melaksanakannya sendiri,” tambahnya.
Revisi UU ini diharapkan dapat meningkatkan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia, agar lebih sesuai dengan perkembangan zaman.
Informasi terkait Badan Penyelenggara Haji (BPH) adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang bertanggung jawab kepada Presiden. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 154 Tahun 2024, BPH akan mendukung Kementerian Agama dalam penyelenggaraan haji pada 2025, dengan tanggung jawab penuh mulai 2026.