Anggota Komisi XIII DPR RI, Melati, menegaskan bahwa pemberian amnesti di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto harus dilakukan dengan hati-hati dan berbasis data. Menurutnya, kebijakan ini harus melalui mekanisme penyaringan yang transparan untuk menghindari kontroversi politik dan krisis kepercayaan publik.
“Amnesti di era Presiden Prabowo Subianto harus dilakukan dengan hati-hati dan berdasarkan data yang valid, agar tidak menimbulkan kontroversi politik maupun krisis kepercayaan publik,” ujar Melati dalam Rapat Kerja Komisi XIII DPR RI bersama Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Rabu (19/2/2025).
Melati mengusulkan agar ada mekanisme independen yang melibatkan akademisi dalam proses skrining penerima amnesti, serta penggunaan aplikasi online yang dapat diakses secara terbuka untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Pernyataan Melati mendapat dukungan dari anggota Komisi XIII lainnya, yang sepakat bahwa kebijakan amnesti harus melalui kajian mendalam demi menjaga stabilitas politik dan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Rapat kerja ini merupakan bagian dari pembahasan lebih lanjut mengenai kebijakan hukum di Indonesia, termasuk mekanisme pemberian amnesti di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Presiden Prabowo Subianto berencana memberikan amnesti kepada ribuan narapidana untuk mengurangi kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan, mempertimbangkan aspek kemanusiaan, dan mendorong rekonsiliasi. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa pemerintah telah mengusulkan nama-nama narapidana yang layak menerima amnesti kepada Presiden, dan daftar tersebut sedang dalam tahap finalisasi sebelum diajukan secara resmi.