Anggota Komisi X DPR Nuroji meminta agar sekolah-sekolah kedinasan di banyak kementerian/lembaga diintegrasikan ke perguruan tinggi negeri. Langkah ini penting mengingat tingginya kesenjangan anggaran untuk sekolah kedinasan dengan perguruan tinggi negeri.

Politisi Gerindra itu pun mengatakan, 20 persen anggaran untuk pendidikan, yakni Rp 700 triliun itu memang banyak tersebar di kementerian/lembaga. Untuk tahun anggaran 2025 saja, Kementerian Pendidikan, Kebu­dayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) hanya mendapat alokasi Rp 83 triliun lebih.

“Jadi ya memang masih segi­tu-gitu aja. Artinya masih banyak anggaran yang belum dipenuhi. Apalagi kita mengharapkan ada kuliah gratis (bagi mahasiswa tidak mampu), tambah beasiswa, segala macam, jadi masih perlu diperjuangkan,” ujar Nuroji, Kamis (13/6/2024).

Berdasarkan dari laporan KPK, negara menghabiskan sekitar Rp 32 triliun untuk kampus-kampus kedinasan yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Sementara untuk perguruan tinggi negeri yang tersebar di seluruh Indonesia hanya mendapatkan Rp 7 triliun.

“Mewah sekali sekolah ke­dinasan ini. Ada asrama, ada seragam, uang saku, sementara anak UI (Universitas Indonesia) atau anak IPB (Institut Pertanian Bogor) bayar kos sendiri. Nggak ada seragam juga. Akhirnya yang mestinya bisa untuk bea­siswa ke mahasiswa, jadi buat beli baju dinas di sana,” ucapnya.

Nuroji menjelaskan kalau KPK me­nyebut ada kesenjangan yang sangat besar antara sekolah kedi­nasan dengan kampus perguruan tinggi negeri, bukanlah hal yang mengagetkan. Karena, dia su­dah mengkritisi persoalan dana kemewahan di sekolah-sekolah kedinasan yang sebenarnya hanyalah pemborosan.

“Sebelum KPK sampaikan analisisnya, saya sudah pernah mengingatkan, kenapa nggak di­integrasikan saja sekolah-sekolah kedinasan ini dalam Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud Ristek, sehingga nanti angka-angkanya sama,” pungkasnya.

Facebook
Twitter
WhatsApp
X
Telegram
Facebook
Twitter
WhatsApp