JAKARTA, Fraksigerindra.id — Presiden Joko Widodo resmi membentuk Badan Pangan Nasional lewat Peraturan Presiden No.66/2021. Ini merupakan amanat dari Pasal 126 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang mana pada Pasal 151 menyatakan bahwa lembaga pangan didirikan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak UU Pangan diundangkan.

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengatakan, BPN ini memang sudah seharusnya ada sejak 2015 lalu karena UU Pangan telah diundangkan pada 2012. Namun hingga awal 2021 atau 9 tahun sejak UU Pangan diundangkan, belum ada tanda-tanda BPN akan didirikan.

“UU Pangan merupakan hasil kesepakatan pembahasan antara DPR dengan Pemerintah sudah waktunya Pemerintah melaksanakan kesepakatan tersebut sesuai waktu yang ditetapkan,” kata Heri Gunawan.

Politisi yang karib disapa Hergun mengungkapkan bahwa, terkait belum dilaksanakannya sebagian amanat UU Pangan, Badan Legislasi DPR-RI membentuk Panja Peninjauan dan Pemantauan Terhadap UU Pangan.

Fraksi Gerindra sendiri, dalam Panja tersebut, jelas Hergun, mensuarakan agar pendirian BPN menjadi salah satu rekomendasi Panja. Pemerintah untuk segera mendirikan BPN sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Pangan.

Pada 5 Juli 2021, Rapat Pleno Baleg DPR-RI secara aklamasi meminta Pemerintah untuk segera membentuk BPN dan direspon oleh Presiden Jokowi Widodo yang pada 29 Juli 2021 menandatangani Perpres Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional.

DPR mengapresiasi atas respon cepat Pemerintah terhadap desakan DPR tersebut. Namun sayangnya, Perpres 66/2021 masih membatasi jenis pangan yang menjadi tugas dan fungsi BPN yakni hanya pada beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telung ungags, daging ruminansia, daging unggas dan cabai.

Sementara pada UU Pangan mendefinisikan Pangan mencakup segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air.

“DPR berharap Pemerintah dapat merevisi Perpres dengan memperluas jenis pangan yang menjadi tugas dan fungsi BPN sebagaimana definisi Pangan dalam UU Pangan.

Setidaknya untuk sementara waktu bisa lebih fokus pada sembilan bahan pokok pangan. Hal ini karena urgensi permasalahan bahan pokok Indonesia yang belum banyak terselesaikan, mulai dari stok sampai stabilisasi harga,” jelas Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Gerindra pada DPR RI.

Hadirnya BPN ini pun menimbulkan lagi optimisme kebijakan swasembada beras yang pernah terjadi pada 1984 hingga 1988, saat kepemimpinan Presiden Soeharto. Bahkan pada 1985, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menganugerahi Indonesia medali penghargaan di Roma.

Menurut Hergun, swasembada beras tersebut tidak bertahan lama dikarenakan produksi beras yang terus turun tiap tahunnya. Pada 1983-1984 terjadi kenaikan produksi beras sebesar 7,8%. Namun pada 1984-1985 turun menjadi 2,3%, 1985-1986 turun lagi menjadi 1,7% dan 1986-1987 diperkirakan hanya 0,7%.

“Turunnya produksi beras salah satunya dipicu oleh menyusutnya lahan pertanian akibat perubahan paradigma pemerintah dari pertanian ke industri pada 1988. Untuk mengatasi kegagalan mempertahankan swasembda beras, Presiden Soeharto mulai mencanangkan program diversifikasi pangan,” papar legislator Senayan asal Sukabumi.

Idealnya, imbuh Ketua DPP Partai Gerindra, keberadaan BPN mampu mewujudkan kembali swasembada beras sebagaimana yang pernah terjadi pada 1984. Pasal 126 UU Pangan mengamanatkan bahwa Badan Pangan Nasional dibentuk untuk mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan Nasional.

Dalam Pasal 127 UU Pangan menegaskan bahwa BPN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pangan, di antaranya melakukan koordinasi, perumusan, dan penetapan kebijakan ketersediaan pangan dan mengembangkan sistem informasi pangan.

“Dari pengalaman kepemimpinan Presiden Soeharto setidaknya ada dua syarat penting untuk mencapai swasembada beras. Pertama, memperluas lahan produksi pangan. Dan kedua, melakukan diversifikasi pangan,” ujar Hergun.

Pemerintah sendiri sudah mulai mengembangkan lumbung pangan nasional atau food estate. Salah satunya lahan singkong 30 ribu hektar di Kalimantan Tengah yang dikembangkan oleh Kementerian Pertahanan. Lokasi food estate lainnya berada di Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur.

Dua syarat penting sudah mulai dijalankan yakni memperluas lahan dan melakukan diversifikasi pangan. BPN bisa berperan dalam pengembangan food estate sebagai salah satu pintu masuk mewujudkan swasembada beras.

Selain itu, BPN harus bisa mengoordinasikan dan mensinergiskan lembaga/instansi yang terkait dalam proses produksi, distribusi dan konsumsi pangan. Dengan adanya BPN diharapkan kebijakan pangan pemerintah bisa satu pintu mulai dari hulu hingga hilir. Sehingga ekosistem industri pangan bisa lebih terharmonisasi.

“Dan, BPN juga harus mampu menampilkan data pangan secara akuntabel, sehingga tidak ada lagi “adu” data pangan antar kementerian atau instansi lainnya. Selama ini ketidaksinkronan data pangan menjadi salah satu penyebab terjadinya impor pangan,” terang Hergun.

Lantas, apakah hadirnya BPN akan mereduksi peran Perum Bulog? Menurut Hergun, BPN tidak akan mengganggu kerja Bulog karena memiliki kedudukan bertanggung jawab kepada Presiden dan Presiden akan punya kendali mengontrol permasalahan sembilan bahan pokok pangan hingga end to end, mulai dari petani, hulu hingga hilir sehingga mudah dikendalikan mulai dari petani hingga pembeli akhir. Sementara BULOG merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara di bidang pangan.

Pasal 128 UU Pangan menyebutkan BPN dapat mengusulkan kepada Presiden untuk memberikan penugasan khusus kepada BUMN di bidang pangan untuk melaksanakan produksi, pengadaan, penyimpanan, dan/atau distibusi pangan pokok atau pangan lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.

“Bisa disimpulkan, keberadaan BPN tidak akan mereduksi peran Bulog. Bahkan adanya BPN akan makin meningkatkan peran Bulog di bidang pengadaan, pengelolaan dan penyaluran pangan, karena di bawah koordinasi BPN diharapkan akan terwujud kolaborasi, sinergi dan koordinasi yang lebih baik antar lembagi/instansi, guna kedaulatan pangan nasional,” tukasnya.

Facebook
Twitter
WhatsApp