Anggota Komisi VI DPR RI, Kawendra Lukistian, menekankan pentingnya kejelasan regulasi jika Kementerian BUMN resmi berubah menjadi badan. Ia mengingatkan potensi tumpang tindih kewenangan dengan Badan Pengelola Investasi Danantara.
“Kalau kemarin statusnya kementerian, BUMN bisa berjalan. Tapi kalau nanti berubah jadi badan, berarti badan bertemu badan. Misalnya, badan BUMN bertemu dengan Badan Pengelola Investasi Danantara. Secara aturan ini harus ditegaskan agar tidak terjadi tumpang tindih,” ujar Kawendra dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VI DPR RI bersama pakar hukum Universitas Udayana, Dr. Jimmy Z Usfunan, dan pakar hukum Universitas Negeri Semarang, Prof. Dr. Rofi Wahanisa, S.H., M.H.
Ia menjelaskan, Badan Pengelola Investasi Danantara memiliki dua holding, yakni holding investasi dan holding manajemen aset. Menurutnya, hal ini bisa menimbulkan kerancuan, apalagi jika mekanisme business judgment rule tidak dijalankan optimal.
“Kalau sebelumnya pengawasan ada di kementerian, nanti bagaimana mekanismenya? Lalu bobot persetujuan RKP seperti apa? Padahal RKP tetap harus melalui DPR, meskipun ada klaim bahwa RKP investasi juga ada di Badan Pengelola Investasi Danantara,” jelasnya.
Kawendra juga menyoroti persoalan kepemilikan saham, di mana saat ini Kementerian BUMN hanya memegang 1 persen saham, sementara 99 persen saham seri B dikuasai Badan Pengelola Investasi Danantara.
“Ini pasti ada implikasinya. Karena itu perlu penegasan yang jelas, supaya tidak bertabrakan dan tetap sesuai aturan yang berlaku,” tegas politisi Fraksi Partai Gerindra tersebut.
