Anggota Komisi IV DPR RI, Darori Wonodipuro, menegaskan pentingnya perlindungan spesies endemik, khususnya burung-burung khas Maluku dan Maluku Utara yang dikenal eksotis dan bernilai tinggi di pasar internasional. Ia mengingatkan praktik penyelundupan dan klaim penangkaran palsu masih marak dan mengancam keanekaragaman hayati Indonesia Timur.
Menurut laporan aparat, banyak burung endemik ditangkap dari hutan Maluku Utara, diselundupkan ke negara tetangga, lalu diberi label “hasil penangkaran” sebelum diekspor ke Eropa dan Amerika.
“Kita rugi besar secara ekologis dan ekonomi. Negara tetangga yang untung, sementara kita kehilangan plasma nutfah,” ujarnya dalam Kunjungan Kerja Spesifik ke Maluku Utara, Senin (23/9/2025).
Darori menjelaskan, revisi UU Konservasi yang sedang difinalisasi telah memuat aturan lebih ketat terkait akses sumber daya genetik, izin angkut satwa, dan sanksi pidana. Rancangan ini diharapkan bisa menjawab maraknya perdagangan ilegal sekaligus mencegah praktik biopiracy.
Sebagai solusi, ia mengusulkan skema ekspor legal berbasis penangkaran resmi dengan standar ketat.
“Kalau penangkaran terkontrol dan populasi liar tetap terjaga, masyarakat lokal bisa mendapat manfaat ekonomi tanpa merusak ekosistem,” jelasnya.
Komisi IV juga mendorong pembentukan tim pengawasan terpadu yang melibatkan BKSDA, kepolisian, dan otoritas bandara untuk menutup jalur penyelundupan. Selain itu, perlu sosialisasi kepada masyarakat mengenai nilai ekologis burung endemik dan konsekuensi hukum bagi pemburu ilegal.
Darori menegaskan komitmen DPR memastikan UU baru mampu menyeimbangkan kepentingan konservasi, hak masyarakat adat, dan potensi ekonomi lestari.
“Maluku Utara harus menjadi contoh bahwa perlindungan satwa bisa berjalan seiring dengan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.
