Sejumlah pedagang takjil di Pasar Bawah Takengon mengeluhkan pungutan liar (pungli) yang mereka alami selama bulan Ramadhan 1446 Hijriah. Setiap hari, mereka diminta membayar sejumlah uang yang dinilai memberatkan usaha kecil mereka.
Lapak-lapak takjil di sepanjang Jalan Putri Ijo, Kecamatan Lut Tawar, menutupi jalan sepanjang 50 meter, membuat jalan ditutup di sore hari karena banyaknya pembeli.
Konadi, salah satu pedagang, mengaku diminta membayar Rp 45.000 pada hari pertama, lalu turun menjadi Rp 30.000 pada hari kedua.
“Kami hanya usaha kecil, jadi jangan ada pungutan liar lagi. Kalau banyak pungutan, apa yang kami bawa pulang?” ujarnya, Selasa (4/3/2025).
Ketua DPC Gerindra Aceh Tengah, Helmi Afandy, menyesalkan kejadian tersebut dan telah melapor ke pihak kepolisian. Ia meminta penegak hukum memberi sanksi kepada pelaku pungli.
Helmi juga mempertanyakan dasar pungutan itu. Jika ada Pendapatan Asli Daerah (PAD), lapak seharusnya dikelola oleh Badan Keuangan Daerah. Selain itu, ia mencatat bahwa tiket parkir yang digunakan pelaku pungli sudah kadaluarsa.
“Saya sudah laporkan ke kepolisian, ada dua masalah, pungli dan senjata tajam. Pelaku membawa kerambit dari Minangkabau,” tambah Helmi.
Kepala Dinas Perhubungan Aceh Tengah, Jauhari ST, menjelaskan bahwa kawasan tersebut memang dikontrak dengan pihak ketiga senilai Rp 57 juta per tahun. Namun, ia menegur pihak ketiga yang menggunakan tiket parkir kadaluarsa dan memastikan tiket tersebut tidak digunakan lagi.