JAKARTA, Fraksigerindra.id — Rencana Pemerintah menaikkan tarif listrik pada 2022 di hampir semua golongan, dikritisi anggota Dewan Pakar Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono. Menurutnya, kenaikkan tarif listrik sangat tidak masuk akal dan membebani masyarakat.

Dikatakan Anggota DPR-RI periode 2014-2019, kenaikan tarif listrik juga akan berdampak pada multiplier effect ekonomi yang luar biasa besar didunia usaha yang akhir – akhir ini mengalami kesulitan karena pandemi covid-19 serta penurunan daya beli masyarakat.

“Di Indonesia, memiliki sumber energi listrik dan energi alternatif yang sangat besar dan melimpah, misalnya batu bara yang saat ini digunakan sendiri dan bahkan diekspor jauh lebih besar dari pada penggunaannya didalam negeri, seperti ke Vietnam dan China, tetapi justru tarif listrik di Vietnam dan China lebih rendah dari Indonesia yaitu 8,2 sen/kwh dan 8,6 sen/kwh, Indonesia juga penghasil minyak bumi dan gas yang terbesar di Asia Tenggara, penghasil kelapa sawit terbesar di dunia bisa menjadi sumber energi alternatif termasuk adanya ribuan air terjun dari sekitar 250 gunung yang ada di Indonesia merupakan sumber air nomor 5 terbesar di dunia”Kata pemilik sapaan akrab BHS.

Selain itu, lanjut Alumnus Institute Teknologi Sepuluh November Surabaya ini, sumber energi panas bumi (Geothermal) yang merupakan terbesar di dunia karena sekitar 50% energi panas bumi dunia ada di Indonesia dan juga masih memiliki bahan baku energi nuklir yaitu uranium yang sangat melimpah di Indonesia. Juga energi alternatif sinar matahari yang sangat terik selama 12 jam perhari, merupakan energi alternatif yang sangat potensial untuk menghasilkan listrik di Indonesia.Tukas BHS.

“Jadi seharusnya tarif listrik di Indonesia harus sangat murah dan bahkan mendekati nol rupiah seperti halnya negara – negara penghasil sumber energi listrik dan energi alternatif. Seperti Sudan 0,2 sen/kwh (merupakan negara penghasil hanya minyak terbesar nomor 3 di Dunia) , Iran 0,4 sen/kwh (hanya penghasil minyak terbesar nomor 4 di Dunia), Suriname 1,5 sen/kwh (hanya penghasil minyak), Burma 3,4 sen/kwh (menggunakan PLTA), Kazakhtan 4,1 sen/kwh (menggunakan batu bara), Arab 4,8 sen/kwh (hanya menggunakan minyak), Malaysia 5,2 sen/kwh (dengan bahan baku energi air), Laos 4,7 sen/kwh(menggunakan PLTA) data dari global princes.com, Sedangkan di Indonesia yang mempunyai sumber energi listrik berbagai macam dan terbesar tarif listriknya sebesar 11,0sen/kwh seharusnya PLN sudah mendapatkan keuntungan yang sangat besar bila bisa memanfaatkan sumber energi bersama sama dengan pemerintah.
“Ucap BHS

Kendati begitu, kata Ketua Dewan Penasehat Partai Gerindra Jawa Timur ini, yang ada dimasyarakat harga listrik dengan perbandingan penggunaan peralatan kelistrikan yang ada dirumah tangga di Indonesia dibanding dengan Jepang biayanya adalah di Indoensia jauh lebih besar dari biaya listrik masyarakat di Jepang. Padahal di Jepang tarif listrik adalah 24,8 sen/kwh karena tidak memiliki sumber energi listrik dan bahkan membeli gas dari Indonesia, maka disinyalir atau diduga harga listrik di Indonesia 2 kali lipat lebih besar di banding dengan di Jepang (Sesuai dengan data kebutuhan listrik terlampir).

“Sebagai contoh perbandingan penggunaan listrik di Indonesia dan Jepang yang menggunakan 2 AC (alat pendingin) dalam rumah tangga yaitu di Indonesia biayanya sebesar Rp600.000,-/bulan jauh lebih mahal daripada penggunaan 2 AC di Jepang yang beroperasi 24 jam penuh di musim panas (Summer) biayanya 2.126 Yen atau sekitar 267ribu rupiah (data tagihan pada April 2021 terlampir)” Ungkap Bambang Haryo.

Dengan adanya ini, tambah Bambang Haryo, PLN diduga melakukan pembohongan publik dimana tarif PLN yang disampaikan 11,0 sen/kwh diduga adalah sekitar 2 kali lipat dari harga di Jepang yaitu 24,8sen/ kwh, sehingga di Indonesia diduga masyarakat mendapatkan harga sebesar diatas 50 sen/kwh dan ini merupakan tarif yang termahal di seluruh dunia.

“Maka PLN harus di audit oleh lembaga independen yang ditunjuk oleh masyarakat dikarenakan tarif yang diberlakukan di Indonesia tidak masuk akal dan kenaikan tarif listrik di awal tahun 2022 harus ditolak oleh masyarakat dan dunia usaha. Dan bila pembohongan publik itu terbukti, maka PLN dan pemerintah yang berwenang terhadap tarif harus bertanggung jawab atas beban biaya yang sudah ditanggung oleh masyarakat dan dunia usaha yang mengakibatkan terpuruknya ekonomi yang ada di Indonesia saat ini.”Tutup BHS

Facebook
Twitter
WhatsApp