JAKARTA, Fraksigerindra.id — Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2022 pada kisaran 5,0-5,5% (yoy). Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam Pidato RAPBN 2022 di gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (16/8/2021).
“Pertumbuhan ekonomi 2022 diperkirakan pada kisaran 5,0-5,5%. Kita akan berusaha maksimal mencapai target pertumbuhan di batas atas, yaitu 5,5%. Namun, tetap harus waspada, karena perkembangan Covid-19 masih sangat dinamis,” tutur Presiden RI Joko Widodo
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi XI DPR-RI Heri Gunawan menyatakan bahwa target pertumbuhan ekonomi 5,0-5,5% merupakan kombinasi rem dan gas yang tepat.
Politisi yang biasa disapa Hergun, menuturkan angka pertumbuhan yang disampaikan tersebut lebih rendah dari angka asumsi dasar pada Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022, sebesar 5,2-5,8% yang sebelumnya sudah disepakati dengan DPR-RI.
“Pada 8 Juni 2021, Komisi XI DPR-RI bersama Pemerintah telah menyepakati besaran asumsi dasar dalam KEM-PPKF RAPBN 2022, termasuk di dalamnya menyepakati target pertumbuhan ekonomi 2022 pada kisaran 5,2-5,8%,” ujar Heri Gunawan yang juga menjabat sebagai Ketua Kelompok Fraksi Gerindra di Komisi XI DPR-RI pada awak media di Jakarta, pada Senin (30/8/2021).
Lalu, kata Hergun, target tersebut juga disepakati lagi dalam Raker Badan Anggaran DPR-RI dengan pemerintah pada 30 Juni 2021, dan kemudian dilaporkan dalam Rapat Paripurna DPR-RI pada 6 Juli 2021.
“Penurunan target pertumbuhan ekonomi dari rentang 5,2-5,8% menjadi 5,0-5,5% bisa dimaklumi karena kondisi internal maupun global yang masih dihadapkan pada ketidakpastian yang tinggi,” kata Hergun yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPR-RI.
Hal tersebut tercermin dari pidato Presiden Jokowi bahwa tahun depan masih akan dihadapkan pada ketidakpastian yang tinggi. Selain itu ada tantangan global lainnya, seperti ancaman perubahan iklim, peningkatan dinamika geopolitik, serta pemulihan ekonomi global yang tidak merata.
“Awalnya pemerintah berani memasang target 5,2-5,8%. Namun melonjaknya angka covid-19 pada Juni hingga Agustus 2021, mendorong pemerintah menghitung ulang target pertumbuhan ekonomi menjadi 5,0-5,5%. Angka tersebut cukup moderat sebagai hasil kombinasi rem dan gas yang tepat,” jelas Hergun yang juga menjabat sebagai Ketua DPP Gerindra
Selain merubah target pertumbuhan ekonomi pada 2022, sebelumnya pemerintah juga merevisi target pertumbuhan ekonomi pada 2021, dari rentang 4,3-5,3% menjadi 3,7-4,5%.
“Sejatinya, pemulihan ekonomi sudah menunjukkan hasil yang positif. Capaian pada kuartal II/2021 sebesar 7,07% memiliki dua makna penting. Pertama, mengakhiri resesi. Kedua, ekonomi mampu tumbuh signifikan,” tegas Hergun yang juga menjabat sebagai Ketua DPP Gerindra.
Hergun melanjutkan, apalagi saat ini sedang terjadi tren perbaikan ekonomi di dunia. Selain Indonesia, negara-negara lain juga menikmati pertumbuhan tinggi. Di antaranya, Amerika Serikat tumbuh 12,2%, Kawasan Eropa 13,7%, China 7,9%, dan Jepang 7,5%.
Pertumbuhan ekonomi tinggi juga terjadi kawasan ASEAN di antaranya Malaysia tumbuh 16,1%, Singapura 14,7%, Filipina 11,8%, Thailand 7,5%, dan Vietnam 6,61%.
“Namun, capaian pada kuartal II/2021 tersebut diprediksi tidak berlanjut pada kuartal III/2021 akibat dampak kebijakan PPKM Darurat/Level 4 yang diberlakukan sejak 3 Juli 2021, karena melonjaknya kasus positif corona,” tegas Hergun.
Namun hal tersebut harus bisa diperbaiki pada kuartal IV/2021. Diharapkan pada akhir 2021 dapat diraih pertumbuhan kumulatif di atas 3% sebagai baseline untuk mewujudkan pertumbuhan lebih tinggi di 2022.
“Meskipun pemerintah telah menurunkan target pertumbuhan ekonomi 2022 menjadi 5,0-5,5%, namun sejumlah kalangan masih pesimis akan tercapaianya target tersebut. Untuk menjawab pesimisme tersebut, ada sejumlah langkah yang perlu dilakukan pemerintah,” tegas Hergun.
Politisi dari Dapil Jabar IV (Kota dan Kabupaten Sukabumi), kemudian menjabarkan, pertama, pemerintah perlu mempercepat pelaksanaan vaksinasi sebagai pertahanan terhadap covid-19 yang sewaktu-waktu dapat melonjak lagi.
Patut diapresiasi kinerja pemerintah dalam menangani covid-19. Kebijakan PPKM Darurat dan Level 4 terbukti mampu menurunkan angka positif harian. Namun untuk menaklukkan Covid-19, pemerintah perlu mempercepat vaksinasi dan memperluas testing dan tracing, serta yang tidak kalah penting adalah menyiapkan fasilitas medis yang lebih baik lagi.
Kedua, pemerintah perlu meningkatkan serapan belanjanya. Seluruh kementerian/lembaga harus berkomitmen meningkatkan kinerja dan serapan anggaran. Percepatan belanja pemerintah akan menjadi penopang perekonomian di kuartal III dan IV 2021. Terjadinya Silpa yang cukup besar pada 2020 tidak boleh terulang kembali pada 2021 ini. Selain itu, program PEN harus bisa dieksekusi di atas 95%.
Ketiga, Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) 2021 yang mencapai 795,5 triliun harus menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi di daerah. Pemerintah perlu mendorong Pemerintah Daerah untuk mempercepat serapan belanjanya serta tidak mengendapkan uangnya di perbankan.
Data mencatat jumlah dana daerah yang mengendap di perbankan masih cukup tinggi. Setidaknya, per Mei 2021, dana daerah yang mengendap di perbankan mencapai Rp172,55 triliun.
Keempat, pemerintah harus mempercepat reformasi perpajakan. Tahun 2022 adalah tahun terakhir diperbolehkannya defisit di atas 3 persen. Setelah itu, pemerintah harus mampu menggenjot penerimaan perpajakan dan PNBP untuk membiayai APBN.
Sudah 12 tahun berturut-turut penerimaan perpajakan gagal memenuhi target yang ditetapkan. Reformasi perpajakan pertama-tama harus menyasar fondasi struktural. Perluasan basis obyek pajak sebagaimana yang tercantum dalam RUU KUP akan sia-sia jika strukturalnya belum direformasi.
Kelima, pemerintah perlu mendorong UMKM menjadi salah satu pilar penguatan ekspor. Saat ini daya beli di dalam negeri belum sepenuhnya pulih. Padahal konsumsi rumah tangga memiliki porsi 57% terhadap pembentukan PDB. Solusinya adalah meningkatkan ekspor terutama oleh UMKM.
Perlu diketahui, UMKM merupakan pilar terpenting dalam perekonomian Indonesia. Jumlah UMKM saat ini mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61,07%. Selain itu, UMKM menyerap 97% dari total tenaga kerja yang ada, serta menghimpun 60,4% dari total investasi.
Peningkatan ekspor oleh UMKM diyakini akan mampu menjadi pendorong peningkatan perekonomian di dalam negeri dan sekaligus akan memperkut daya beli masyarakat.
Dan keenam, pemerintah perlu mengelola utang secara bijak dan penuh kehati-hatian. Posisi utang pemerintah per Juni 2021 berada di angka Rp6.554,56 triliun. Banyaknya utang akan menjadi beban bagi APBN dan perekonomian.
“Keseimbangan gas dan rem yang tepat akan berdampak positif terhadap penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Tidak mustahil target pertumbuhan 5,0-5,5% pada 2022 akan tercapai, perkiraan akn ada di kisaran 5.2%. Kuncinya, tahun 2021 ini harus ditutup dengan pertumbuhan kumulatif di atas 3 persen sebagai baseline yang kokoh untuk 2022 mendatang,” pungkas Hergun.