JAKARTA, Fraksigerindra.id — Anggota Komisi Pendidikan DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Himmatul Aliyah, menolak rencana pemerintah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada jasa pendidikan. “Saya menyatakan menolak rencana tersebut,” kata Aliyah dalam keterangannya, Jumat 10 Juni 2021.

Rencana tersebut sebelumnya tertuang dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Pada UU aslinya, jasa pendidikan masuk kategori jasa bebas PPN.

Aliyah mengatakan, pendidikan merupakan sektor di mana setiap warga negara dijamin haknya untuk mendapatkannya. Pemerintah juga diamanatkan kewajiban untuk membiayai pendidikan warganya. “Ini tentu tidak etis sekaligus tidak konstitusional. Jadi jika rencana tersebut diberlakukan dan UU disahkan akan rawan digugat di Mahkamah Konstitusi,” katanya.

Pengenaan pajak pada sektor pendidikan juga dinilai membuat biaya pendidikan meningkat yang akan membebani rakyat. Aliyah menilai, hal tersebut akan menciptakan ketidakadilan karena pendidikan semakin tidak terjangkau oleh masyarakat. 

Menurut dia, hal ini jelas bertentangan dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU tersebut, sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan dan pendidikan diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan dan tidak diskriminatif. 

Selain itu, Aliyah memandang bahwa pengenaan pajak pada sektor pendidikan di tengah pandemi akan menambah tinggi angka putus sekolah. Pandemi yang masih berlangsung telah menurunkan ketahanan ekonomi masyarakat, sehingga banyak siswa dari berbagai daerah di Indonesia mengalami putus sekolah. 

“Pengenaan pajak (PPN) pendidikan bisa menambah tinggi angka putus sekolah sehingga menurunkan angka partisipasi sekolah di Indonesia. Kondisi demikian tentu paradoks dengan visi pemerintah sendiri, yakni mewujudkan SDM unggul untuk Indonesia maju,” ucapnya.

Facebook
Twitter
WhatsApp