JAKARTA, Fraksigerindra.id — Rencana pemerintah mengenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dan penambahan objek pajak baru dalam PPN seperti sembako dan sektor pendidikan, kesehatan ramai dibicarakan.

Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI Ahmad Muzani meminta pemerintah berpikir ulang mengenai rencana tersebut.

“Kami sangat mengerti situasi keuangan negara yang sedang berat, apalagi dalam situasi seperti pandemi sekarang ini yang menyebabkan target pajak tidak tercapai, sehingga penerimaan negara defisit,” kata Muzani dalam keterangannya.

Menurutnya, menarik pajak dari kebutuhan pokok masyarakat bukanlah jalan keluar. Muzani mengatakan apabila hal itu dilakukan hanya akan menambah beban masyarakat.

“Tapi kalau jalan keluarnya adalah memajaki barang-barang kebutuhan pokok rakyat dan kegiatan-kegiatan riil masyarakat, seperti beras, gula, garam, ikan, daging, sayur mayur dan juga pelayanan kesehatan dan pendidikan itu justru semakin membebani rakyat. Sehingga upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak tidak berbanding lurus dengan upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat,” ucapnya.

Lebih lanjut, Muzani menyarankan kepada pemerintah sebaiknya menerapkan objek pajak baru terhadap barang-barang yang bukan menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Dia juga menyarankan kepada pemerintah untuk menarik pajak terhadap aktivitas pertambangan, perkebunan hingga korporasi.

“Terhadap upaya untuk meringankan beban keuangan negara dan juga meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan, Gerindra menyarankan penerapan objek pajak baru itu lebih baik diterapkan kepada barang-barang atau jasa dari hasil aktivitas atau kegiatan pertambangan dan perkebunan, termasuk kegiatan korporasi lainnya,” jelas Muzani.

Sebelumnya , pemerintah mewacanakan untuk mengenakan PPN terhadap sembako dan sekolah. Wacana itu terlihat dalam draf RUU Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Pemerintah mendapat banyak kritikan dari berbagai kalangan. Dari pengamat sampai anggota DPR menyentil Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait rencana kebijakan tersebut.

Facebook
Twitter
WhatsApp